Sahabat pena

Sahabat pena.

Dulu, waktu saya masih SD, saya pernah membaca istilah ini. (Kalau tidak salah dari majalah Bobo. Ya Tuhan, berkahilah para redaktur majalah Bobo atas pengetahuan yang mereka beri pada kami generasi 90-an ini.)

Sahabat pena. Sejak saya memasuki dunia SMP hingga sekarang berstatus pengangguran alumni SMA ini, saya benar-benar tak pernah mendengar lagi istilah “sahabat pena”. Persis ketika saya mulai mengenal Friendster dan Facebook pada masa itu, dan saat saya mulai mengenal WordPress waktu kelas 4 SD dulu.

Saya sendiri tidak pernah memiliki sahabat pena, tidak pernah berkirim surat sebelumnya. Saya lebih dahulu mengenal GMail versi beta (yang dulu invitation-only dan undangannya saya dapat dari mahasiswi yang PKL di kantor ayah). Saya lebih dahulu mengirim surat elektronik daripada surat yang ditulistangan sendiri.

Makanya, ketika adik kelas saya di SMA, Yume, mengirimkan ide berikut ini di grup salah satu komunitas penulis, saya langsung excited untuk mengikutsertakan diri …

[…] Semuanya pasti tau istilah ‘sahabat pena’ kan? Mungkin sekarang enggak terlalu dipakai karena kalau mau kenalan sudah ada sosmed. Nah, saya pengennya sesama author FFn ada ajang ‘sahabat pena’, bukan lewat internet, tapi beneran nulis surat. Lumayan, ngepoin tulisan tangan author lain. //plak Ada yang sepemikiran dengan saya? ^^a terima kasih~

Posting Yume di Facebook; terakhir dibuka tanggal 9 Juni 2014.

Setelah bertahun-tahun, akhirnya saya membaca kembali istilah “sahabat pena”.

Saya belum pernah memiliki sahabat pena. Saya belum pernah berkirim surat secara tradisional — menulis surat, dimasukkan ke amplop, membeli perangko, lalu dikirim lewat kantor pos — nope, saya belum pernah sama sekali. Sebelum ini, alih-alih demikian, kenapa tidak buka saja profil Facebook yang akan dituju, lalu kirim message? Atau mention langsung di Twitter? Chat di Google Hangout atau di LINE? Atau kalau perlu panjang dan resmi, lewat e-mail?

Sesekalinya saya menulis surat, adalah surat-surat perizinan dan surat-surat edaran ke orang tua siswa di Pramuka dan di ekstrakurikuler IT 😀

(Dan baru tersadar: Yahoo Messenger sudah jarang sekali digunakan. WhatsApp juga sepertinya mulai ditinggalkan di inner circle saya. KakaoTalk hanya diinstal untuk mendapat promo-promo saja dari admin.)

“Sebentar, anak-anak … bapak jatuh …” Foto ini menyebar viral sekali ketika pengumuman kelulusan. 😂

Jadi saya sign-up di tawaran Yume itu, dan dimasukkan ke group chat untuk mendiskusikan teknisnya. Ya, anak zaman sekarang, bahkan untuk berkirim surat, dikoordinasikan dulu lewat Facebook Chat. 😆

Singkat cerita, dapatlah saya dua orang untuk dikirimi surat. Satu orang dari Malang dan satu orang dari Pagaralam, Sumatera Selatan. Malam itu juga, saya langsung tuliskan surat untuk mereka berdua. (Mengenai ini akan saya tulis di artikel lain.)

Mengenai sahabat pena ini saya jadi teringat bahwa pernah ada lagu tentang sahabat pena. Ternyata benar ada. Saya menemukan versi yang dinyanyikan Boy Sandi:

Seminggu kini telah lalu
Ku tahu kau menunggu
Jawaban melalui
Kata kata pena
Bersama amplop biru
Wajah yang manis di fotomu
Sabarlah kawan
Suratku kan datang
Kepadamu

Kusimak fotomu lekat lekat
Seluruh di wajahmu
Terpancar di matamu
Hati yang murni
Tergetar diriku ini
Ketika memegang pena
Untukmu kawan
Kutuliskan puisiku

Sahabat pena …
Sahabat pena
Datanglah bayang bayangmu
Sahabat pena
Aku cinta padamu
Kepadamu …
Hm … hm … hm …

Kuharapkan pada rembulan
Dan bintang yang bersinar
Menunggu jawaban
Cinta dari dirinya

Saya penasaran, akan berjalan seperti apa proyek Yume kali ini?

Seberapa konsisten kami akan berkirim surat?

Atau jangan-jangan pak pos yang menghentikan hubungan kami? #halah

5 komentar pada “Sahabat pena”

  1. jaman sd aku punya banyak sahabat pena. terus pas smp udah banyak yg lost. tapi pas aku ke bandung ketika sma, tiba2 ada temenku yang ketemu di forum film nanya ke aku, “din, kamu dulu langganan majalah bobo?” aku jawab, “iya, kenapa?” lalu dia bales, “aku nemu surat kamu pas aku beres2 rumah. kapan2 aku bawain”

    dan itu keren banget. aku bisa ketemu orang yang bersapen sama aku, tanpa sengaja. padahal sudah lost-contact.

    btw kalo ketemu org2 gara2 kenalan dari dunia maya sih udah beberapa kali 😛

  2. Boleh numpang cerita dari generasi lawas. Sebelum teknologi internet hadir, saya menikmati banget interaksi via Surat dg beberapa sahabat pena. Sahabat2 saya umumnya mereka yg suka nulis tapi belum berani bersaing, beropini dan berkirim karya ke media masa. Jadilah, sahabat pena yg jadi pembaca pertama.

    Cukup intens juga koresponden yg dibangun. Bisa tiap minggu berkirim dan terima surat. Jingga bbrp tahun sesudahnya, says melihat karya2 mereka tersebar di berbagai media.

    Dengan bbrp sahabat lainnya, selain konten, kami pun saling bertukar berbagai kreasi amplop dan tentunya perangko. Kebetulan bbrp sahabat pena saya, org Indonesia yg tinggal di bbrp negara.

    Jadi teringat sahabat yg tinggal di Kairo. Ceritanya selalu menarik — politik, budaya dll. Sampai saya membayangkan suatu hari nanti sy kan menginjakkan kaki di Tanah Kairo… Tak terbayang Mesir bakal terkoyak spt seperti sekarang ini.

    Hingga puluhan tahun setelahnya, saya kehilangan kontak, tak ada lagi interaksi hingga kini. Batin saya mengatakan, mereka sudah pulang ke Tanah air.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *