Jadi Aktivis dari Rumah

Sebagai orang informatika, kerja dari rumah bukan barang baru bagi saya. Bukalapakmengizinkan kami bekerja tidak di kantor beberapa hari dalam sebulan. Beberapa startuplain di Indonesia pun demikian. Bahkan ada yang semua karyawannya memang bekerja tidak di kantor dan tersebar di penjuru dunia, seperti di Automattic dan GitLab.

Beberapa adik kelas saya pernah mengungkapkan keinginannya bekerja di perusahaan seperti itu. Maka saya bilang: kalau ingin coba kerja remote dari kampung halaman di perusahaan besar seperti itu, cobalah mengelola organisasi mahasiswa tidak harus sambil ketemu.

Biasanya, setiap libur kuliah di bulan Februari, para pelajar rantau akan pulang kampung dan kegiatan organisasi praktis berhenti. Padahal, awal tahun biasanya momen kepengurusan baru dimulai. Banyak hal perlu dibicarakan dan disepakati, terutama tentang bagaimana organisasi mahasiswa akan berjalan selama setahun nanti.

Kadang, para pengurus susah berdiskusi di bulan Januari karena ada ujian akhir semester yang mesti dihadapi. Saya bisa mengerti.

Tapi di era teknologi seperti sekarang, mengeluh susah berdiskusi di bulan Februari karena tidak bisa tatap muka, sedangkan chatting dengan sohib setiap hari tetap tanpa jeda? Saya tak lagi bisa paham …

Padahal, diskusi dengan saling berbalas pesan di LINE atau Telegram sebenarnya sudah cukup untuk jadi pembuka. Tinggal disepakati mau berdiskusi tentang apa dan jam berapa. Pastikan semua yang terlibat online di jam yang sama. Lalu, silakan utarakan pendapat. Tak ada bedanya dengan janjian di kos-kosan teman. Toh, berdiskusi secara online bukan berarti bebas dilakukan jam berapa saja. Ini hanya beda media.

Ketika diskusi menjadi lebih intens dan lebih banyak orang yang terlibat, berdiskusi lewat tulisan mungkin tak menyenangkan. Alat bantu lain, seperti Hangouts Meet, dapat dimanfaatkan untuk ber-teleconference dengan banyak orang. Ini bisa tetap dilakukan dari ponsel sehingga tak perlu sampai membuka laptop kalau memang ingin tetap rebahan.

(Pro tip: kalau sinyal kemudian jadi kendala, cobalah hanya menggunakan fitur audio-nya. Matikan fitur video-nya. Diskusi akan jadi lebih lancar.)

Tentu, diskusi perlu dipandu dan dibulatkan menjadi keputusan. Alat bantu seperti Google Docs dapat digunakan untuk merumuskan bagaimana kesimpulan akhir dari diskusinya. Fitur commenting juga bisa dimanfaatkan, sehingga para pengurus dapat bertanya, mengoreksi, atau menambah substansi dari bagian tertentu di dokumen.

Jika perlu, dokumen yang sudah dirumuskan, dapat dibuat comment-only dan disebarkan ke seluruh anggota organisasi. Para anggota dapat melihat bagaimana rumusan kebijakan yang akan diterapkan di organisasi, dan mengajukan pertanyaan atau saran jika diperlukan.

Hal yang lebih kompleks, misalnya, pengelompokan pengurus ke dalam departemen-departemen, bahkan dapat dilakukan dengan duet Google Forms dan Google Sheets. Proses interview jika diperlukan juga dapat dilakukan melalui Hangouts Meet seperti sebelumnya.

Semua file yang dihasilkan kemudian dapat dikumpulkan dalam sebuah folder di Google Drive, dan di-share ke semua anggota organisasi.

Dengan pola kerja seperti ini, ketika semester baru dimulai dan semua perantau sudah kembali ke kampus, organisasi bisa langsung bergerak.

Memang tidak semua kegiatan organisasi kemudian bisa dilakukan secara remote. Kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang perlu ke lapangan, misalnya, ya tetap harus dilakukan ke lapangan. Tetapi, di tengah jam kuliah para anggota yang berbeda-beda, keterbatasan waktu untuk berkumpul bersama seharusnya tak lagi jadi halangan.

Setidaknya, begitu yang saya sampaikan di awal tahun ini dengan para calon pengurus himpunan yang baru.

Siapa yang tahu di penghujung Maret ini pandemi COVID-19 melanda Indonesia juga. Presiden Joko Widodo akhirnya menggaungkan “kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah”.

Meskipun terpaksa karena keadaan, saya senang setidaknya adik-adik kelas mulai berdiskusi tentang organisasi kemahasiswaannya secara remote. Dengar-dengar, Hangouts Meet dan Discord mulai dimanfaatkan secara intens untuk hal itu.

Seorang adik kelas kemudian mengirim pesan di Instagram. “Benar kata Akang waktu itu, coba pakai teknologi. Sekarang terjadi …”

Baiklah. Selamat jadi aktivis dari rumah!

2 komentar pada “Jadi Aktivis dari Rumah”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *