Warning: Ini tulisan mungkin bisa dibilang sedikit narsis. Kalau Anda tidak suka tulisan narsis, segera tutup tulisan ini.
Follower setia saya pasti tahu hashtag #JalurPantura. Terutama bagi yang sering on-lineTwitter dan suka nulis-nulis singkat di sana. Dan mereka akan berkata, “mulai lagi deh, kebiasaan @saifulwebid”…
(Sebelum ini mulai terjadi kesalahpahaman, saya tekankan bahwa #JalurPantura bukanlah diawali oleh saya. #JalurPantura yang akan saya sebut selanjutnya pada tulisan ini adalah #JalurPantura yang berada di bawah account Twitter saya.)
Asal mula #JalurPantura sebenarnya hanyalah iseng belaka. Kelas 7 SMP saya baru berkenalan dengan yang namanya Twitter. Saat itulah saya mulai mengenal hashtag, termasuk #sawityowit, di mana orang-orang akan mulai menulis tweet-tweet lucu di waktu sahur.
Perjalanan mudik saya tahun 2008 sangatlah membosankan saat di perjalanan. Duduk-diam-baca-peta-buka-Facebook, hanya itulah yang saya lakukan di kursi samping pengemudi. Lalu saya menyalakan handphone, mengakses Facebook dan mulai berceloteh di sana.
Terbesitlah sebuah pikiran. “Kenapa tidak memposting keadaan mudik saja, ya?”
Lalu saya menulis puluhan status Facebook mengenai kota-kota yang saya lalui, kondisi jalur saat saya lalui, cuaca, dan kecepatan maksimal yang bisa kami tempuh. Lama kelamaan status itu mulai membuat banyak orang kesal dan menyalurkan umpatannya di kolom komentar. Dan pindahlah saya ke Kronologger (yang kini sudah tidak ingat lagi username dan password saya di sana). Umpatan tidak lagi saya dapat, tapi saat itu banyak orang yang mengira saya adalah petugas Dinas Perhubungan.
Tahun 2009 saya mulai aktif menggunakan Twitter. Saya lupa hashtag apa yang saya gunakan waktu itu, tetapi yang jelas bukan #JalurPantura. Saya mulai menulis seperti tahun 2008, dan tidak ada respon negatif kali ini. Follower saya memang sempat berkurang beberapa, tetapi entah kenapa tiba-tiba puluhan orang baru mulai mengikuti tweet demi tweet yang saya tulis.
Tahun ini saya melakukannya lagi. Sekarang, dengan web client sendiri, sehingga tulisan “from #JalurPantura – saiful.web.id” kini muncul di metadata setiap tweet yang saya kirimkan. (Nantinya, Insya-Allah saya akan buat e-book tentang hal ini. Tunggu saja.)
Hal yang “mereka” tidak ketahui…
“Mereka”, para followers saya yang baik hati itu sering mengira saya adalah kontributor dari beberapa komunitas pemudik yang muncul di Twitter. Sebenarnya tidak. Saya menulis #JalurPantura dengan memenuhi timeline mereka ini adalah sendiri, tanpa dukungan dari komunitas manapun. (Ya, mungkin mereka sempat me-retweet beberapa tweet saya, tetapi itu setelah info kota seperti @aboutcirebon melakukannya untuk menyebarkan informasi tentang kota mereka.)
Dan saya jarang me-mention komunitas-komunitas pemudik seperti itu saat saya menulis #JalurPantura. Bukan, bukannya saya tidak mau bersosialisasi, tetapi itu lantaran tweet-tweet #JalurPantura dari saya terlalu banyak untuk di-re_tweet_.
@saifulwebid spamming!
Saya pernah dapat teguran dari beberapa sesepuh akibat tulisan-tulisan #JalurPantura saya ini. Tulisan ini dianggap sebagai aktivitas spamming, dan saya tahu itu. Makanya mulai tahun ini saya menghimbau mereka yang merasa terganggu untuk unfollow atau bahkan mem-block saya.
(Saya butuh rujukan terms of service dari Twitter bila Anda ingin menegur saya tentang aktivitas spamming ini. Bukan karena apa-apa, hanya melainkan saya ingin yang saya lakukan bebas dari aduan hukum.)
Want to join me?
Silakan! Saya sering tertawa melihat beberapa mention yang meminta izin saya untuk turut berkontribusi. Ini Twitter, bung, ini adalah ranah publik dan you can use any hashtags that you want to use! #JalurPantura pun bukan saya yang memulai.